PERJALANAN (KESAN)

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Jakarta Selatan, Indonesia

life is for joy and make friends

Thursday, January 31, 2008

BERKUNJUNG KE PELABUHAN JEPARA

Kalau sudah berada di kota Kudus jangan lupa mampir ke Jepara, yang pelabuhannya sejak abad ke 15 sudah sangat tersohor. Kota Jepara dibelah oleh sungai Wiso yang pada zaman dahulu bisa dilayari sampai jauh ke pedalaman kota. Di kota ini pula dulu Ratu Sima memerintah. Pada abad ke 16 terkenal pula Ratu Kalinyamat yang pernah menyerang bandar Malaka. Setelah kerajaan Mataram melemah, VOC atau Kompeni Belanda mulai menancapkan kubunya di salah satu bukit di atas pelabuhan. Dari kubu tersebut VOC mengirimkan serdadu-serdadunya menumpas pasukan Trunojoyo. Pada saat perang melawan pasukan Untung Suropati, opsir VOC tewas di alun-alun Karta dan jenazahnya dimakamkan di Jepara.
Untuk melacak sejarah Jepara bisa dilihat dari dasar lautnya. Dari situ sering didapatkan keramik-keramik asing yang kalau ditelusur sudah berusia ratusan tahun. Ada juga lukisan yang menggambarkan keramaian kota pelabuhan Jepara pada abad ke 17. Kota Jepara dari zaman dahulu terkenal dengan ukiran-ukirannya yang indah. Rumah-rumah di sana pada ujung atapnya dihias dengan berbagai motip misalnya saja ayam, burung, kijang, tokoh-tokoh wayang dan lain-lain.


KUDUS, KOTA SATE KERBAU

Sebagai oleh-oleh dari mengikuti kongres Komunitas Sastra Indonesia tgl 18 s/d 20 Januari 2008 kemarin dulu itu adalah penyambutan tuan rumah yang begitu baik dengan fasilitas untuk kami para pengarang seluruh Indonesia bertukar pengalaman dan mengemukakan usul-usul yang potitip. Kami bisa bertemu dengan kawan-kawan dari Lampung, Pekanbaru, Bangka, Kalimantan, NTB, Banyuwangi, Ngawi, Surabaya, Malang, Jogya dan lain-lainnya. Tentu saja acara yang menarik antara lain berkunjung ke pabrik dodol, pabrik rokok cap Jarum serta ke mesjid berikut menaranya yang kuno itu. Begitulah cara membuat "jenang Kudus", begitu pula rasa "soto Kudus" dan daging atau satenya yang serba kerbau-- mengingat pada zaman penyebaran agama Islam dulunya oleh Sunan Kudus, salah satu dari wali-wali penyebar agama abad ke 15 dan 16 perlu menyesuaikan dengan faham masyarakat zaman itu, yang mengharamkan sapi dan sebagai gantinya kerbau untuk konsumsi makan sehari-hari. Melinting roko di pabrik membutuhkan ketrampilan tersendiri dan para buruhnya adalah wanita-wanita muda yang bekerja dari jam 6.00 sampai dengan jam 1300. Ada kira-kira 500 buruh melinting rokok, masing-masing dua orang yang setiap menyelesaikan seribu batang lalu disetorkan ke mandor untuk diperiksa kemudian dibungkus. Tentunya membosankan kalau hanya melinting terus menerus. Kedatangan para sastrawan yang membacakan sajak-sajaknya di depan mereka tentunya merupakan selingan sekaligus atraksi tersendiri. Di antara penyair-penyair tersebut antara lain adalah Sujiwo Tejo yang juga dalang sekaligus pemain gitar. Tentunya disambut gembira kalau penyair merangkap dalang tersebut mengajak juga para pelinting rokok menyanyi bersama-sama.