My Photo
Name:
Location: Jakarta, Jakarta Selatan, Indonesia

life is for joy and make friends

Wednesday, May 31, 2006

Kompas, 4 Januari 1978

Beberapa Tempat Pembuatan Perahu
di Pesisir Utara Jawa Tengah

Oleh: Rahmat Ali


KETIKA kerajaan Demak pernah mencapai puncak kejayaannya di bidang maritim, yang kemudian dilanjutkan oleh Ratu Kanyamat dari Jepara, jelas diberitakan betapa banyak kapal dan perahu-perahu dimiliki pada jaman itu. Bukan saja untuk keperluan perdagangan, tetapi juga untuk keperluan militer. Dengan tersedianya alat pengangkutan air (di sungai-sungai dan di laut lepas) maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa para pembuat perahu-perahunya juga seimbang. Bahkan menurut babad, Sunan Kalijaga sendiri dikenal pula sebagai ahli pembuar kapal. Tiang-tiang saka dari mesjid Demak sangat persis dengan tiang-tiang kapal besar.

***

LALU kemana para atukang perahu/kapal itu setelah sekian lama jaman telah berganti? Jepara yang dulu bandar besar sekarang sudah tenggelam dan menjadi kota ‘dalam’ dengan pelabuhannya yang agak jauh dan kecil. Kota Demak juga berada di ‘dalam’. Sedang pelabuhan nelayan yang bernama Moro Demak + 12 Km dari mesjid Demak.

Di dalam rangka mencari data-data bahari dari jaman tersebut kami lalu mengadakan perjalanan menyusur pantai utara Jawa Tengah.Pertama kali yang kami tuju sebagai sasaran adalah ujung paling timur. Kami berhenti di kecamatan Sarang yang berbatasan dengan Jawa Timur. Di situ ada tiga desa nelayan yang cukup ramai. Salau satu desa itu bernama Barang Medura. Di sinilah terdapat beberapa tukang perahu sedang menyelesaikan pesanan. Jenis perahu yang dibuat di situ adalah “konting” dan “logung”.

Perjalanan kami teruskan lagi ke arah barat. Kami berhenti di desa Pandangan. Di sini kami hanya menemukan seorang tukang perahu jenis “jukung”, yang terbuat keseluruhannya dari sebatang pohon. Nanti kalau sudah selesai akan diperlengkapi dengan dayung dan cadik serta layar. Cadik diperlukan sebagai pengimbang. Bisa satu cadik saja yang dilekatkan di sayap kanan. Bisa dua cadik, yang dilekatkan di samping kiri dan kanan. Kemudian dicar warna-warni menurut kesukaan pemiliknya.

Tempat pembuatan perahu berikutnya yang makin dekat dengan pusat “Ibukota” kerajaan Demak adalah daerah Wedung. Letaknya di sebelah timur laut,s ekitar 17 Km dari kota Demak. Di sini perahu-perahu yang dibuat adalah dari jenis “sopek”. Panjang perahu 6 meter, lebar 1,80 meter.Pakai dua layar. Ketika kami datang di Wedung, yang sedang asyik menyelesaikan perahu sopek adalah tukang-tukang di desa Sabetan Wetan (duaperahu) dan desa Bribigan (satu perahu). Di desa Sabetan Wetan ini kami lihat satu bangsal besar terbuka. Di situ banyak belahan papan jati. Ada satu sopek yang baru saja selesai dan sudah diluncurkan ke sungai kecil, yang merupakan parit-parit dimana satu sopek bisa lewat. Parit-parit ini akhirnya masuk ke sungai. Dan di kanan-kini parit atau suangai-suangai kecil itu, rumah-rumah nelayan serta juragan-juragan.

***
TUKANG adalah jabatan seseorang yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman. Dan di sini yang dimaksud adalah tukang perahu. Tukang-tukang perahu ini dibantu oleh “kenek-kenek” yang kerjanya menuru perintah dari tukang. Sedang tukang sendiri bisa pemilik perusahaan pembuatan perahu, atau si tukang berada di bawah juragan. Juragan bisa hanya orang yang mempunyai tempat dan modal, bisa juga tukang yang tidak pernah menyerut-nyerut kayu lagi. Dia tinggal mengawasi tukang-tukang bawahannya, yang bertanggungjawab penuh kepadanya.

Umumnya di Wedung tukang adalah juga juragan. Tukang itu pula yang berhubungan pangsung dengan pemesan-pemesan perahu. Para pemesan bebas memilih. Oleh karena itu tukang-tukang perahu harus menjaga namanya. Jangan sampai cacat atau mengecewakan pemiliknya kelak. Dan biasanya para pemilik perahu tahu betul di mana tukang-tukang yang baik. Tidak mengherankan kalau jenis perahu seperti “konting” pasti harus dipesan di desa Sarang Medura. Jenis “jukung” yang bercadik harus dipesan di desa Pandangan. Demikian pula dengan “sopek” di kecamatan Wedung.

Selain Wedung, juga tidak jauh dari situ adalah Moro Demak. Tetapi lebih kecil.Lagi pula jarang-jarang orang membuat. Yang tampak hanya melakukan reparasi-reparasi kecil, seperti menembel yang bocor, mengganti yang compel dan lain-lainnya lagi yang tidak berat.

Tempat pembuatan perahu lainnya yang agak jauh dari Demak adalah kota Semarang. Letaknya di Tambak Lorok, tetapi jika dibandingkan dengan yang sudah kami sebutkan, tampak kecil sekali kegiatannya. Jauh lebih sibuk di Wedung.

Kami tidak mengatakan bahwa tempat-tempat inilah yang pernah dikerahkan oleh Pangeran Sabrang Lor, Sultan Trenggono dan Ratu Kalinyamat untuk memproduksi kapal-kapal dan perahu-perahu pengakut sebanyaknya. Tetapi biarpun begitu kami belum menemukan tempat-tempat lain. Hanya desa Gribigan di Wedung (dekat sekali dengan desa Sabetan Wetan) yang namanya juga pernah sering disebut-sebut sebagai tempat pembuatan perahu sejak dulu.

Yang jelas, baik di Sarang maupun di Wedung, sama-sama memiliki keahlian secara turun temurun. Mereka mendapatkan pengetahuannya dari ayah. Ayah dari kakek. Dan kakek dari kakeknya lagi. Dari generasi ke genarasi. Dan karena tidak ada perobahan maka dari dulu sampai sekarang begitu itulah bentuknya. Yang penting ya begitulah bentuknya konting. Yang jukung itu bentuknya jukung. Demikian pula yang sopek, yang sekarang ini perahu-perahu tersebut memenuhi pelabuhan nelayan Moro Demak.

Perahu-perahu konting dikenal dengan jumbai-jumbainya di samping cemetinya yang tampak mau melecut langit agar tetap erah dan banyak angin. Perahu jukung dikagumi karena motip-motip hias pada badannya, serta bentuknya yang ramping dan manis. Sedang sopek di Moro Demak karena merata dengan permukaan air, serta layar-layarnya, yang kemudian cepat ditutup setelah merapat di Moro Demak.

***
SAYANG nasib perahu-perahu tradisiona yang indah dan sebagai penghias pesisir utara bagian timur ini mulai terancam dengan bergantinya jaman. Orang-orang nelayan sendiri semakin ketarik kepada perahu-perahu lebih besaran dan yang bermesin. Katakanlah itu kapal motor kecil.

Lagi pula radius kehidupan nelayan di laut pesisir juga makin menyempit. Ini banyak dipengaruhi oleh makin banyaknya kapal-kapal penangkap ikan besar. Biasanya kapal-kapal itu beroperasi menangkap ikan di lautan lepas, yang jauh dari pesisir. Tetapi akhir-akhir ini para nelayan dari kapal-kapal itu seperti mau melahap laut seluruhnya, termasuk laut di pesisir. Mereka inilah yang mebentangkan jaring ribuan meter. Ikan-ikan besar dan kecil tertangkap semua di dalam jaring mereka yang raksasa. Jaring harimau. Itulah jaring sangat menguntungkan nelayan besar, tetapi sangat menipiskan harapan nelayan-nelayan kecil. Tidak heran kalau nelayan-nelayan dengan perahu-perahu tradisionalnya itu pulang ke darat hanya dengan hasil tangkapan sekedarnya saja. Hanya tiga atau empat pikul keranjang kecil, berisi ikan-ikan kecil.

Para pembuat perahu tradisioniljuga makin sedikit mendapatkan pesanan. Kalau dulu para pemesan perahu datang sendiri. Sekarang sudah sering para tukang perahu tidak bekerja di tempatnya. Para tukang perahu sering dipanggil. Berikut alat-alat pertukangannya. Pergi ke tempat-tempat jauh dimana pemesannya berada. Jaman memang telah berganti. Dan orang harus menerimanya.***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home